Selasa, 20 Mei 2014

Mengenang Andi Lala

Sayap Kiri Lincah Itu Dipanggil Tuhan

  • Andi Lala Dimakamkan di TPU AL
JAKARTA-Indonesia kehilangan salah satu tokoh sepak bola dari era 1970-an. Mantan sayap kiri tim nasional asal klub Jayakarta, H Andi Lala (54), dipanggil Tuhan. Menurut penjelasan istrinya, Nina Rosina (46), suaminya jatuh di rumahnya di Jalan Panjang kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, karena sakit jantung.
Setelah terjatuh, dia dilarikan ke rumah sakit Karya Medika, namun nyawanya tak tertolong. Dia meninggal dunia pada pukul 05.30 WIB, Senin kemarin. Dia dimakamkan di TPU AL Kamal, Rawa Kopi, Kedoya Jakarta Barat.
Mantan rekannya di lapangan hijau, Iswadi Idris, mengungkapkan bahwa kawannya itu adalah pribadi yang temperamental.
Namun, lanjutnya, sebagai pesepak bola, Andi merupakan sayap kiri yang punya kecepatan dan umpan akurat. ''Dia sudah seperti adik saya sendiri. Dia memang mudah marah dalam bermain, tapi sesungguhnya adalah rekan dan pemain yang sangat baik,'' paparnya.
Ditambahkannya, Andi memang sudah terlihat sakit sejak setahun ini. Namun demikian, dia tak berhenti mengurusi sepak bola.
''Setahu saya dia mengidap penyakit ketika berada di Bantul. Tapi dia punya keinginan kuat untuk sembuh, bahkan rela mengikuti ajuran rekannya untuk mengikuti terapi tradisional,'' ujar mantan kapten tim nasional ini.
SEA Games
Andi Lala seangkatan dengan antara lain Sudarno, Taufik Saleh, dan Anjas Asmara di klub Jayakarta.
Dia pernah membela tim nasional pada berbagai kejuaraan, termasuk SEA Games 1977 di Kuala Lumpur, Malaysia. Menurut Iswadi, di Kuala Lumpur itu mereka punya pengalaman berharga, karena partai semifinal melawan Thailand berlangsung ricuh. Perkelahian antarpemain yang akhirnya melibatkan penonton tuan rumah terjadi.
Penyebab utamanya adalah kontroversialnya kepemimpinan wasit Othman Omar asal Malaysia. Kekontroversialan itu memunculkan spekulasi adanya keterkaitan dengan kekecewaan Malaysia, yang di partai pembukaan harus mengakui keunggulan Indonesia 1-2.
Andi pernah ikut mengantar Persija menjuarai kompetisi PSSI (1972,1975 ketika dengan PSMS dinobatkan sebagai juara bersama , dan 1977). Dia juga dipanggil Persija, saat tim Ibu Kota ini memenangi Piala Quoch Khan di Vietnam Selatan pada 1973.
Pada 1970-an, tim nasional memang memiliki dua kiri luar yang dikenal punya kecepatan prima. Pertama adalah Abdul Kadir, yang dibesarkan Persebaya Surabaya. Setelah pemain berjuluk Si Kancil ini tak lagi jadi pilihan, Andi Lala masuk.
Dia juga mengandalkan kemampuan larinya, dan pernah mendapat julukan Kijang. Pemain ini juga dikenal jago dalam penempatan posisi saat terjadi kemelut di depan gawang.
Setelah pensiun Andi pernah bekerja pada sebuah bank milik pemerintah. Namun dia tampaknya lebih memilih meneruskan karier di dunia sepak bola.
Dia pernah menangani beberapa klub di antaranya Persija, Persedikab Kediri, Persikota Kota Tangerang, Persiba Bantul, dan PS AL. Dia juga pernah menjadi arsitek tim MNA, yang dibawanya mengikuti kejuaraan antarperusahaan tingkat nasional pada akhir 1980-an.
Selain aktif di sepakbola dia juga aktif di bidang keagamaan melalui Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII). Bahkan dia pernah menggelar turnamen sepakbola bersama organisasi itu di Stadion Lebak Bulus Jakarta. Andi meninggalkan enam anak, yaitu Nadila, Andi Rahmatullah, Andi Chaidir, Andi M Said, Andi Usman, dan Andi Ilham. (wgm-22)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar